Makna Salam Rimba Pecinta Alam

Menjadi Pencinta Alam yang sesungguhnya, pastinya berarti mencintai Allah beserta segala ciptaannya. Dari alam kita dapat melihat betapa besar kuasaNya dan betapa tak berartinya kita (kecilnya kita) dibanding denganNya. Sedangkan kegagahan akan label "pencinta alam" memang juga tidak dapat dipungkiri. Kadang ada yang hanya petantang-petenteng gagah-gagahan dengan predikat itu saja, merasa dirinya lebih hebat dari orang alin, tanpa mengerti dan menyelami makna sesungguhnya dari PA.Alam adalah tempat kami belajar arti persahabatan dan kehidupan yang sesungguhnya. Dimana tiada egoisme dan kepentingan pribadi di sini kebersamaan yang dijunjung tinggi.

Kurasakan sekali, bahwa persahabatan di alam (sebagai PA) beda dengan persahabatan kita di kota. Disinilah terbuka segala sifat-sifat asli kita, apakah kita egois, penyendiri, pemarah, cengeng dan lain-lain. Dengan bersahabat pada alam dan di alam, maka kita akan dapat mengukur diri, siapa dan bagaimanakah sesungguhnya diri kita. Dari situlah kita dapat memperbaiki diri dan dapat kita wujudkan dalam keseharian kita di lingkungan sesungguhnya.  Itulah yang benar-benar kurasakan manfaatnya.

Sering kita tidak menyadari bahwa alam pun memiliki daya hidup yang cukup tinggi :). Dan tidak perlu dipungkiri bahwa manusia pun berada di bawah hukum alam. Mengingat hal itu, seharusnya ada hubungan yang harmonis antara alam dan makhluk hidup lainnya agar hukum alam tidak marah pada kita. Demikian halnya untuk para manusia (tidak hanya untuk PA saja).

Bila kita telusuri lebih dalam, ternyata banyak sekali keindahan di dunia yang luput kita temukan karena TEBIASA melihatnya. Padahal kalau kita bisa lebih berpeka terhadap hati nurani, maka kita akan menemukan keajaiban di setiap langkah kita. Pada akhirnya semua kembali kepada sikap kita dalam menjalani kehidupan. Berpikir dan bersikaplah dewasa, maka tak perlu lagi ada penyesalan. Sikap kita menarik hal-hal yang kita pikirkan.

Cintailah alam maka alam pun akan mencintaimu. Tunjukan sikap positifmu kepada alam. Puisi yang indah, terutama pada bait terakhir yang mengajak kita untuk lebih menggunakan nurani dalam menjalani kehidupan  Karena bila kita terlalu membanggakan akal kita tanpa melihat apa yang ada di dular akal, maka yang muncul adalah ego. Maka dengarkanlah hati nurani untuk lebih menyempurnakan hidup ini.

Pencinta Alam: Benarkah Mencintai Alam?
Pencinta Alam, seringkali diidentifikasikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan alam. Menjelajah gunung, menyusuri gua, mengarungi keajaiban dasar samudera, merambah belantara nan sunyi dan sederet kegiatan ‘alam’ lainnya.

Tentang pencinta sendiri di negeri kita, seringkali kegiatan yang dilakukan hanya sebatas sloganisasi belaka, sebatas mereka menikmati alam untuk diri sendiri, sebatas mencari kepuasan untuk kepentingan pribadi. Pencinta Alam ( baca : mereka yang menamakan diri sebagai Pencinta Alam) sering kali melakukan banyak aktivitas yang justru mengganggu keseimbangan alam. Menjelajah gunung dan membuat jejak-jejak disana, mencoret batu-batu di puncak, membuang sampah non organik ke sembarang tempat, membuat api unggun yang seringkali lupa dimatikan, memetik Edelweiss hingga beratus-ratus tangkai…

Saat masih sekolah dulu, pernah juga terlibat dalam kegiatan yang menamakan diri sebagai “Pencinta Alam”. Jujur, kala itu orientasi saya hanya mencari background yang bagus untuk foto-foto saya. Rasanya bangga sekali bila berhasil “menaklukan” puncak-puncak tertinggi. Memang, rasanya damai sekali di tengah kesunyian alam, menikmati keindahan kota nun jauh disana yang tertutup sebagian kabut, menyaksikan keajaiban sunrise dan sunset kala cuaca bersahabat. Dengan apapun, itu tak akan pernah bisa tergantikan.

Hanya saja, yang sering mengganggu saya, seringkali di perjalanan menuju puncak banyak sampah berserakan. Tentunya, ini adalah sampah yang dibawa oleh para pendaki karena sebagian besar makanan yang dibawa khas sekali. Sampai di puncak? Wah… lebih ngeri lagi. Bebatuan yang semestinya terlihat asri dan indah penuh coretan. Untuk apa? Sialnya coretan-coretan itu seringkali membawa nama sekolah, nama kampus yang notabene lebih ‘terpelajar’ dari pada para pendaki liar.

Saya pernah merasa malu sekali ketika dalam sebuah pendakian kami secara kebetulan berpapasan dengan pendaki dari mancanegara. Dengan sebuah kantong besar, mereka menuruni gunung sambil memunguti aneka macam sampah yang terserak. Wah, rasanya kami tak punya muka lagi untuk menatap mereka. Tentu, bukan karena sampah yang mereka pungut adalah sampah kami, melainkan karena kepedulian mereka akan alam. Sementara, para pendaki lokal yang (seharusnya) memiliki kesadaran lebih, justru mengabaikannya.

Sebuah organisasi Pencinta Alam (yang biasanya ngetren di kalangan mahasiswa) seharusnya bukan sekadar sebuah tempat bernaung bagi mereka yang senang bertualang saja atau menghabiskan anggaran dana di kampus. Ironis membayangkan mereka melakukan pendakian besar-besaran yang menelan biaya tinggi sampai ke luar negeri, sementara, di negeri sendiri, negeri yang (seharusnya) elok dan kaya akan hutan tropis perlahan mulai kehilangan identitasnya. Pencurian kayu, pembabatan hutan secara liar luput dari penyelamatan sang ‘pencinta alam’ Pencinta Alam.

Dalam konteks bahasa adalah seseorang yang sangat mencintai alam. Mencintai berarti melakukan banyak hal untuk sesuatu/seseorang yang dicintai. Mencoba membahagiakan sesuatu/seseorang yang kita cintai dengan tulus. Melakukan banyak hal agar sesuatu/seseorang yang dicintai merasa nyaman. Mencintai itu tanpa sederet syarat apapun, Mencintai itu sesuatu yang tulus, tanpa pamrih. Mencintai Alam, sama halya dengan melakukan banyak hal untuk alam, tanpa syarat-syarat khusus, tanpa dibarengi rasa keegoisan untuk memiliki alam secara individual, tanpa mengabaikan apa yang sebetulnya dibutuhkan oleh alam. 
Semua harus dilakukan tanpa pamrih, pamrih untuk dimunculkan di media massa, tanpa pamrih di puji banyak pihak, tanpa pamrih untuk mendapat dukungan dana berlebih yang pada akhirnya digunakan entah kemana. Mencintai alam, mencintai wujud ciptan-Nya, mengasihi setiap apa yang ada di dalamnya. Memulai dari hal kecil di sekitar kita. Meski kecil, andai setiap orang melakukannya pasti hasilnya menjadi lebih berarti.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

4 komentar:

tirta mengatakan...

ya aku pun setuju dengan anda.
banyak 'pecinta alam' tapi kebanyakan dari mereka hanya menambah kerusakan kepada alam kita yang tercinta ini. terkadang pun ak malu disaat menemani kawan2ku mendaki. karena mereka bukannya membuat alam menjadi indah. akan tetapi mereka justru menambah kerusakan alam tercinta.


by; turiman tirta m

tirta mengatakan...

ya, kini banyak organisasi yang mengaku pecinta alam. akan tetapi itu hanya sebuah tipu daya saja. banyak organisasi yang mengaku pecinta alam tapi sedikit yang perduli dengan alam di sekitar kita

SALAM RIMBA mengatakan...

Saya sangat lah setuju dengan anda bang.
dan saya juga setuju dengan mbak TIRTA, mereka mendaki hanyalah mencari kesenangan ataupu merusak alam. dari sinilah kita mulai belajar dari pengalaman kita sendiri di mulai dari tidak membuang sampah sembarangan. dan cintailah selalu bumi kita
SALAM RIMBA
SALAM LESTARI

yan mengatakan...

ternyata sy dulu belum 100% PA karena sy dulu ikut dg niat spy bsa gagah2an. ampuni sy Ya Allah dr sifat takabbur ini..