Hobby mendaki gunung membuatku berkenalan dengan banyak orang, entah mengapa aku begitu cinta tanah airbukan hanya indonesianya saja, tetapi kelestarian alam dan pegunungan didunia terutama Indonesia, hingga hati dan jiwa ragaku terbawa untuk Mendaki puncak-puncak tertinggi dan berfikir yang matang hingga ABTRAK mengenai arti dari setiap perjalanan yang saya lalui, sampai aku pun tertarik mengikuti organisasi Pecinta alam sewaktu di bangku kuliah untuk memperdalamnya. Dalam kacamataku, ada fenomena unik di kalangan pendaki (pendapat ini subyektif lho). Secara personal dan individu, kami lebih senang hidup membujang (kata lain dari Jomblo) he he he itu hanya yang ku rasa saja belum tentu insan lain. Terutama di kalangan cowok. Jangan tanya kenapa, karena bukan jawaban yang akan ditemukan.....Banyak juga sih yang telah berkeluarga. Setelah umurnya "cukup". Menurutku pribadi, wajar jika para pendaki melakukan hal itu. Entah dalam kehidupannya yang sendiri atau bersama orang lain. Jika kesenangan itu telah mendarahdaging, tak kan mudah dilepaskan demi apapun.
Lantas aku membayangkan teman-temanku sendiri yang sudah "pensiun". Biasanya karena pekerjaan atau pernikahan. Tak jauh-jauh, dengan sahabatku sendiri. Dulu dengan bangga dia bilang bahwa suaminya memiliki hobby sejenis. Jadi tidak usah khawatir. Ternyata kenyataannya tak seperti itu. Aku hanya bisa membayangkan dan mengira-ira. Mungkin indahnya matahari terbit di puncak sama dengan indahnya tatapan mata dua buah hatinya. Padahal kalau dia tahu, dalam perjalananku ke Rinjani ada banyak keluarga kecil yang menikmati sejuknya udara rimba dalam hangatnya tenda hingga berminggu/berbulan keluarga kecil itu disana bersama anak-anaknya. Hemm...bukankah itu keindahan yang SEMPURNA ?....
Lantas aku membayangkan teman-temanku sendiri yang sudah "pensiun". Biasanya karena pekerjaan atau pernikahan. Tak jauh-jauh, dengan sahabatku sendiri. Dulu dengan bangga dia bilang bahwa suaminya memiliki hobby sejenis. Jadi tidak usah khawatir. Ternyata kenyataannya tak seperti itu. Aku hanya bisa membayangkan dan mengira-ira. Mungkin indahnya matahari terbit di puncak sama dengan indahnya tatapan mata dua buah hatinya. Padahal kalau dia tahu, dalam perjalananku ke Rinjani ada banyak keluarga kecil yang menikmati sejuknya udara rimba dalam hangatnya tenda hingga berminggu/berbulan keluarga kecil itu disana bersama anak-anaknya. Hemm...bukankah itu keindahan yang SEMPURNA ?....
0 komentar:
Posting Komentar